Maraknya Bisnis Joki Tugas dan Skripsi: Bisnis Menggiurkan dan Risiko Hukum

Table of Contents

Fenomena joki tugas dan skripsi semakin marak di kalangan mahasiswa. Di media sosial, terutama di platform X (dulu dikenal sebagai Twitter), banyak diskusi mengenai bisnis ini. Bahkan, banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah. Lebih dari itu, praktik joki ini telah berkembang menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan, di mana beberapa perusahaan berbadan hukum pun menawarkan layanan ini.

Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya menyediakan jasa joki untuk tugas kuliah atau skripsi, tetapi juga untuk tes masuk pekerjaan. Keberadaan mereka menimbulkan pertanyaan besar: apakah penyedia dan pengguna jasa joki bisa diproses secara hukum?



Ancaman Hukum bagi Penyedia Jasa Joki

Menurut Abdul Fickar Hadjar, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, mereka yang menyediakan jasa joki dapat dijerat hukum. Ia menjelaskan bahwa penyedia jasa joki bisa dikenakan Pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Surat. Pasal ini mengatur mengenai dokumen yang dibuat seolah-olah asli padahal sebenarnya palsu.

Jika terbukti bersalah, baik perusahaan maupun perseorangan yang terlibat dalam bisnis ini bisa diancam hukuman penjara maksimal enam tahun. Dalam kasus korporasi, pihak yang bertanggung jawab secara hukum adalah mereka yang namanya tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) perusahaan, seperti direktur utama. Pegawai tetap atau mitra yang mengerjakan tugas atau skripsi juga bisa dikenakan sanksi pidana.

Lebih jauh lagi, perusahaan yang terbukti mempekerjakan orang untuk menjalankan bisnis joki bisa diperintahkan untuk dibubarkan secara hukum.


Pengguna Jasa Joki Juga Bisa Dipidana

Tak hanya pihak yang menjalankan bisnis joki yang terancam hukuman, pengguna jasa ini juga dapat dijerat hukum. Mahasiswa yang ketahuan menggunakan jasa joki untuk tugas atau skripsi bisa menghadapi sanksi yang berat. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) atau UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 25 Ayat 2, jika seorang mahasiswa menggunakan joki dan terbukti melakukan plagiat untuk mendapatkan gelar, gelar akademiknya bisa dicabut.

Tak hanya sampai di sana, pengguna jasa joki juga terancam hukuman pidana dua tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp 200 juta. Hukuman ini diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 70.


Delik Umum: Siapa Saja Bisa Melaporkan

Menurut Abdul, pelanggaran terkait penggunaan jasa joki masuk dalam kategori delik umum. Ini berarti bahwa siapa saja yang mengetahui praktik ini bisa melaporkannya kepada pihak berwenang. Perguruan tinggi, misalnya, yang dirugikan oleh adanya mahasiswa yang menggunakan jasa joki, bisa melaporkan kasus tersebut.

Perguruan tinggi sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan karena tindakan ini mencemarkan nama baik kampus dan menciptakan lulusan yang tidak kompeten. Jika praktik ini terus berlangsung, integritas lembaga pendidikan akan semakin diragukan dan kualitas lulusan yang dihasilkan pun menjadi tidak kredibel.


Kesimpulan: Melawan Praktik Joki demi Menjaga Integritas Akademik

Maraknya bisnis joki tugas dan skripsi menunjukkan adanya celah dalam sistem pendidikan tinggi yang perlu segera ditutup. Untuk mencegah penyebaran praktik ini, sangat penting bagi perguruan tinggi dan pihak berwenang untuk memperketat pengawasan serta memberikan sanksi tegas kepada penyedia maupun pengguna jasa joki.

Selain itu, perguruan tinggi perlu meningkatkan kualitas bimbingan akademik dan menanamkan nilai-nilai integritas kepada mahasiswanya. Dengan demikian, diharapkan praktik perjokian dapat diminimalkan, dan mahasiswa dapat belajar dengan jujur serta meraih gelar akademik melalui usaha dan kemampuan sendiri.